MKMK Putuskan Sanksi Etik untuk Anwar Usman tanpa Pemberhentian Tidak Hormat
JAKARTA (Pojokjateng.com) – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran etik dan diberhentikan dari jabatan Ketua MK, namun tidak dengan cara tidak hormat. Ketua MKMK, Jimly Ashiddiqie, menjelaskan bahwa tidak memberhentikan Anwar secara tidak hormat karena ini akan memungkinkan Anwar untuk banding melalui Majelis Kehormatan Banding. Pembentukan Majelis Kehormatan Banding tidak berlaku dalam situasi ini, terutama karena kita menghadapi proses persiapan Pemilu yang sudah dekat. Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1/2023, Hakim Terlapor yang diberhentikan tidak hormat diberi kesempatan untuk membela diri.
“Majelis Banding dibentuk berdasarkan PMK. Itu membuat putusan Majelis Kehormatan tidak pasti, sedangkan kita sedang menghadapi proses persiapan Pemilu yang sudah dekat. Kita memerlukan kepastian yang adil agar tidak menimbulkan masalah yang berakibat pada proses yang tidak damai dan terpercaya,” ujarnya.
Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Siap Hadapi Konsekuensi Pemecatan
Proses pembelaan diri tersebut akan ditangani oleh Majelis Kehormatan Banding yang memiliki komposisi hakim yang berbeda dengan Majelis Kehormatan (MKMK) asal. Anwar Usman telah terbukti melakukan pelanggaran berat terkait proses pengambilan putusan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Keputusan MKMK menyatakan hakim terlapor bersalah dan menjatuhkan sanksi berupa pembebasan jabatan dari Ketua MK.
“Amar putusan, menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Menjatuhkan sanksi berupa pembehentian jabatan dari Ketua MK,” ucap Jimly.
Baca juga: MKMK Putuskan Hakim Anwar Usman Langgar Etik Berat, Dicopot dari Ketua MK
Sebelumnya, Anwar Usman telah menjelaskan bahwa ia tidak mundur dari pemeriksaan perkara batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Hal ini terkait dengan pemeriksaan gugatan terhadap Pasal 169 huruf (q) dalam Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yang menghasilkan keputusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi sorotan karena memungkinkan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk maju sebagai calon wakil presiden. Anwar Usman menegaskan bahwa keputusan ini adalah tentang pengadilan norma dan bukan pengadilan fakta.
“Tidak ada [mundur], ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta,” katanya usai sidang tertutup Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa (31/10/2023).