Kolektif Hysteria Kembali Ramaikan Kampung Semarang dengan Bulusan Fest & Srawung Sendang 2023

SEMARANG (Pojokjateng.com) – Kolektif Hysteria kembali melakukan kunjungan ke kampung-kampung di Kota Semarang, Jawa Tengah, melalui dua acara yang tergabung dalam program Tembalang Art Project, yaitu Bulusan Fest dan Srawung Sendang 2023 yang dilaksanakan di dua tempat yakni Kelurahan Bulusan & Kelurahan Sendangmulyo Semarang.

Bulusan Fest 2023 digelar di Kelurahan Bulusan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, di Wisata Ciblon Kedung Winong pada 13-15 Desember 2023, sedangkan Srawung Sendang 2023, yang diselenggarakan di Pemancingan Embung Sendangmulyo, Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, pada 11-16 Desember 2023, menampilkan konten dan temuan yang berbeda.

Meskipun keduanya termasuk dalam program yang sama, Bulusan Fest dan Srawung Sendang memiliki kerangka acara yang berbeda karena keduanya didasarkan pada hasil riset yang dilakukan oleh tim masing-masing dari Kolektif Hysteria. Riset ini dilaksanakan selama satu bulan penuh, dari Juni hingga Juli 2023, sebelum kedua tim fokus pada pendekatan dengan warga untuk melibatkan mereka dalam penyelenggaraan acara.

Pada Srawung Sendang, selain membahas pentingnya menjaga keberadaan sendang di area pemancingan melalui forum diskusi, acara ini memberikan temuan menarik berupa distribusi pengetahuan dari seniman kepada warga setempat yang masih awam terhadap instalasi visual. Hal ini terjadi karena adanya karya instalasi dari seniman visual, Bagus Panuntun dari Kota Semarang, dan Benny Wicaksono dari Kota Surabaya, yang dihadirkan pada acara Srawung Sendang 2023.

“Sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya, bahwa proses distribusi pengetahuan itu justru terjadi ketika warga ‘terganggu’ dengan adanya karya instalasi yang ada,” kata Ragil.

“Mungkin karena warga masih belum familiar dengan karya-karya instalasi dan lebih sering melihat seni gambar, jadi mereka nanya ke senimannya. Dari sana, mau tidak mau si seniman menjelaskan maksud dari karya yang ia pajang,” lanjut Ragil.

Ragil Maulana, Ketua Panitia dan perwakilan dari Kolektif Hysteria, mengungkapkan kejutan dari proses distribusi pengetahuan yang terjadi saat warga menjadi penasaran dengan karya instalasi yang dipamerkan. Hal ini disebabkan karena kurangnya familiaritas warga terhadap karya instalasi, sehingga mereka mengajukan pertanyaan langsung kepada seniman. Ragil menyampaikan bahwa keberadaan karya instalasi memicu dialog antara seniman dan warga, di mana seniman menjelaskan makna dari karyanya.

Salah satu contoh yang diungkapkan oleh Ragil adalah karya instalasi “Maul Hayat” oleh Bagus Panuntun. Dalam menjawab pertanyaan warga, Bagus menjelaskan bahwa karyanya bermaksud untuk menyampaikan pentingnya air dalam kehidupan manusia. Material karya tersebut berasal dari barang bekas yang ditemukan di sekitar rumah, yang disebut sebagai found object.

Maul Hayat, 2023 - Bagus Panuntun
Maul Hayat, 2023 – Bagus Panuntun

“Air dan kehidupan adalah sebuah sinergi yang berkesinambungan. Keduanya akan selalu terkait satu sama lain dan bergerak dinamis sesuai kumparan frekuensi semesta. Bermanifes menjadi energi yang kemudian kita gunakan untuk memutar roda kehidupan sesuai porsi masing-masing,” kata Bagus Panuntun.

“Maul Hayat bersemayam dalam setiap nafas dan entitas yang seharusya kita berikan perhatian khusus dengan kesadaran,” sambungnya.

Instalasi tersebut dibuat menggunakan material bekas dari kayu dan plastik, yang ia temukan di sekitar rumahnya. Bagus menyebut jika istilah populernya adalah found object.

“Barang-barang temuan gitu, bisa kardus, kayu bekas dll. Kita menemukan barang-barang di sekitar kita, kemudian kita respon,” jelasnya.

Dengan demikian, acara “blusukan” ini menjadi lebih menarik dengan adanya interaksi langsung antara seniman dan warga, memperkaya pengalaman dan pengetahuan masyarakat terhadap seni instalasi.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *