Penurunan Harga Pertamax Series dan Dex Series Disambut Antusias Masyarakat
SEMARANG (Pojokjateng.com) – Penyesuaian harga BBM non subsidi Pertamina jenis Pertamax Series dan Dex Series disambut antusias sejumlah kalangan masyarakat. Langkah tersebut disebut sebagai konsistensi Pertamina dalam merespon fluktuasi harga minyak dunia.
Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, Muhammad Ngainirrichadl, menyambut baik penurunan harga BBM jenis non subsidi Pertamina yang diterapkan mulai Rabu (1/11/2023). Penurunan harga tersebut bukti konsistensi Pertamina dalam merespon tren pasar minyak dunia, dan dinilai akan mengurangi beban masyarakat di tengah lonjakan harga komoditas lainnya.
“Saya berharap penurunan harga BBM non subsidi Pertamina ini bisa ikut mendorong penurunan harga komoditas lainnya, seperti harga beras yang saat ini cukup tinggi,” ujar Richard.
Menurut Richard, di tengah kondisi geopolitik yang memanas akibat perang yang mempengaruhi harga minyak, mekanisme penetapan harga BBM sesuai dengan harga minyak dunia sudah cukup baik. Akan lebih baik lagi jika mekanisme serupa juga bisa diterapkan pada BBM bersubsidi.
“Harapannya BBM bersubsidi juga bisa turun, sehingga bisa meringankan beban operasional masyarakat, termasuk biaya produksi untuk pengangkut komoditas,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Juan Rama, Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang. Dikatakan, penurunan harga BBM non subsidi Pertamina ini menjadi berita gembira di masyarakat.
Dijelaskan, kenaikan dan penurunan harga minyak dunia merupakan hal yang wajar, sehingga Pertamina sudah memiliki perhitungan sendiri. Meski begitu, ia tetap berharap harga BBM bisa dijaga tetap stabil, apalagi saat – saat memasuki tahun politik.
“Pertamina dan pemerintah pastinya sudah memiliki perhitungan yang baik. Selama kenaikan atau penurunan wajar, yang penting tidak membebani masyarakat,” jelas Juan.
Seperti diketahui, PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina, terus berkomitmen melakukan evaluasi harga jual produk-produk BBM non subsidi atau jenis bahan bakar umum (JBU) secara berkala. Pada periode 1 November 2023, Pertamina Patra Niaga kembali melakukan penyesuaian turun harga untuk Pertamax Series dan Dex Series, dengan kisaran mulai Rp150 – Rp1.100/liter.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah, Abdun Mufid mengatakan, penurunan harga Pertamax Series dan Dex Series memang merupakan konsekuensi dari sistem penetapan harga BBM non subsidi yang mengikuti mekanisme pasar. Dengan penurunan harga ini akan menjaga masyarakat tetap menggunakan BBM yang lebih berkualitas.
“Disparitas harga yang tidak terlalu jauh antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi, maka masyarakat akan memilih untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas,” katanya.
Meski begitu, lanjutnya, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk tetap memikirkan keseimbangan pelayanan antara penjualan BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi di masyarakat. Salah satunya, dengan penggunaan aplikasi My Pertamina untuk pembelian BBM bersubsidi.
“Pengendalian harus terus dilakukan, agar mereka yang menggunakan BBM subsidi bisa tepat sasaran, yakni masyarakat tidak mampu. Pembatasan pembelian juga harus dilakukan agar tidak terlalu banyak,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Univeritas Diponegoro (Undip) Semarang, Wahyu Widodo mengungkapkan, penurunan harga BBM bersubsidi sedikit banyak akan memberikan andil menahan laju inflasi. Hal ini penting, apalagi di tengah kenaikan harga komoditas bahan pokok yang terjadi saat ini.
“Kontribusi untuk menahan laju inflasi pasti akan ada, terutama di sektor transportasi. Namun, efeknya memang tidak bisa dirasakan secara langsung dalam waktu dekat,” tukasnya.
Wahyu menambahkan, selain menahan laju inflasi, kebijakan penurunan harga BBM juga akan memberikan dampak terhadap daya beli masyarakat, khususnya pada masyarakat yang selama ini memang lebih memilih untuk menggunakan BBM non subsidi.
“Penurunan ini pastinya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Namun demikian, tidak otomatis masyarakat menggeser untuk meningkatkan konsumsi komoditas yang lain. Biasanya tetap perlu waktu,” imbuhnya.
Wahyu memaklumi, kebijakan penetapan harga BBM non subsidi sesuai dengan mekanisme pasar, mengingat Indonesia masih menjadi importir BBM. Apalagi, saat ini kondisi geo politik di Timur Tengah tidak menentu, sehingga fluktuasi harga minyak sangat tinggi.
“Kita masih menghasilkan 900 ribu barel per hari, tapi konsumsi 1,6 juta barel per hari. Jadi ada selisih yang cukup besar, sehingga harus impor dan pasti mengikuti harga pasar,” tandasnya.