Sekolah Advokasi Unwahas bersama Joko Susanto, Mahasiswa Diajak Dorong Transformasi Sosial di Kampus
SEMARANG (Pojokjateng.com) – Sebanyak 50 peserta dari berbagai organisasi mahasiswa yang berasal dari 3 universitas di Kota Semarang ikuti Sekolah Advokasi diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Wahid Hasyim (FEB Unwahas), Semarang. Mereka berasal dari Unwahas, Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Universitas Muhamadiyah Semarang (Unimus) diadakan di ruang Seminar G3, Unwahas, pada Sabtu (12/10/2024).
Pengajar yang dihadirkan ada Pendiri Josant and Friend’s Law Firm, Dr (Hc). Joko Susanto, Pengurus BEM KM Unnes 2023, Adib Saifin Nu’man, dan Pengurus BEM KM Unwahas 2023, Fathun Naja S.A. Dalam acara itu, pengajar yang akrab disapa Bung Joko, memberikan materi tentang “Pengantar Advokasi Bagi Mahasiswa”, hadir didampingi Direktur PT. Josant Mediator Indonesia (JMI), Rinanda Asrian Ilmanta. Adapun acara itu bertemakan “Advokasi sebagai alat emansipasi : peran mahasiswa dalam mendorong transformasi sosial di kampus”.
“Advokasi jangan hanya dilihat secara sempit sebagai membela saja, tapi harus dilihat secara lebih luas sebagai agenda merubah, sehingga dapat bersifat visioner, apalagi bagi agenda advokasi perburuhan,”kata Bung Joko, mengawali materi ajarannya.
Dikatakannya, keberhasilan advokasi diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik. Dengan demikian keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi tim peneliti.
“Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi”jelasnya.
Dalam sambutannya, Bidang Mahasiswa FEB Unwahas, Ali Maksum, mengatakan, sebelum melakukan advokasi perlu ditentukan bagaimana akan menyatukan rencana pelaksanaannya. Dalam hal ini, lanjutnya, indikator sebagai ukuran kemajuan dan hasil yang dicapai, perlu dipersiapkan. Dengan demikian perlu melihat, dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya.
“Advokasi itu bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu upaya perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam suatu sistem yang berlaku,”sebutnya.
Para peserta terlihat antusias mengikuti sesi. Beberapa peserta terlibat Tanya jawab dengan aktif. Gubernur BEM FEB Unwahas, Muhammad Syafiki, mengatakan acara itu diadakan pihaknya karena untuk menjalankan praktik strategi dan advokasi, pengumpulan data dan informasi sangatlah penting, sehingga akar permasalahan dan isu strateginya menjadi jelas. Dikatakannya, sebagai sebuah agenda yang besar, pada dasarnya advokasi membutuhkan penggalangan sekutu dan pendukung. Hal ini menjadi krusial, karena advokasi kerap membutuhkan legitimasi banyak orang agar dapat diterima oleh masyarakat dan pemerintah.
“Dari paparan pengajar baru kami baru memahami, selain persoalan taktis, strategi advokasi pun harus berpatokan pada prinsip-prinsip lain, ada non kekerasan, transparan, akuntabel, partisipatif, people center , non diskriminasi, pemberdayaan dan keseimbangan gender,”sebutnya.