Pembina Rumah Josant, Joko Susanto, Lulus Diklat Paralegal BPHN: Siap Mengawal Kesadaran Hukum
SEMARANG (Pojokjateng.com) – Pembina Yayasan Rumah Josant Peduli Bangsa (Arsena), Dr (Hc). Joko Susanto, berhasil mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Paralegal Serentak Khusus Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) se-Indonesia, diadakan Kementerian Hukum Republik Indonesia melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Selama diklat Joko digabungkan bersama 46 peserta lainnya dalam Kelompok 1 yang dipusatkan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kakanwil Kemenkum) Provinsi Jawa Tengah.
Diklat itu diadakan selamat 3 hari, terhitung dari Selasa (18/2/2025) hingga Kamis (20/2/2025) secara online melalui zoom meeting, kemudian akan dilanjutkan aktualisasi terjun ke masyarakat selama 3 bulan.
Untuk selanjutnya peserta yang lolos akan memperoleh gelar non akademik C.PLA. Selama diklat berlangsung peserta diberikan tugas menjawab pre test dan diakhir diberikan pos test.
Dengan jumlah peserta se-Indonesia yang mengikuti diklat angkatan pertama ini tercatat sebanyak 3.019 orang.
Saat pembukaan berlangsung dalam sambutannya, Kepala BPHN, Min Usihen, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menghadirkan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) hingga ke level desa dan kelurahan.
Program ini diharapkan dapat mengatasi kendala geografis dan ekonomi yang selama ini menjadi hambatan masyarakat dalam mengakses bantuan hukum.
Dikatakannya, layanan yang akan diberikan Posbankum meliputi informasi hukum, bantuan hukum dan advokasi, penyelesaian konflik melalui mediasi, serta layanan rujukan advokat.
Layanan tersebut akan dijalankan oleh paralegal yang berasal dari warga setempat dan tergabung dalam kelompok Kadarkum.
“Secara psikologis dan emosional, mereka berasal dari desa dan kelurahannya yang diharapkan lebih dekat, lebih kenal, lebih diterima, dan akan lebih optimal dalam memberikan pelayanan,” kata Min Usihen, saat membuka diklat.
Guna memastikan kualitas layanan, lanjut Min, calon paralegal akan menjalani pelatihan komprehensif selama tiga hari dan dilanjutkan dengan praktik lapangan selama tiga bulan.
Dikatakannya, diklat itu dirancang sebagai program permanen yang berkelanjutan dan terus beroperasi di tingkat desa dan kelurahan.
Keberadaannya juga dijamin oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 tahun 2021 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum.
“Setelah peserta dinyatakan lulus, mereka akan mendapatkan identitas non akademik Certified Paralegal of Legal Aid (CPLA). Sebenarnya banyak wilayah yang meminta untuk dimasukkan dalam angkatan pertama ini. Namun kami harus membatasi jumlah peserta untuk memastikan kualitas pelatihan,”sebutnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN, Constantinus Kristomo, menambahkan bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menjawab tantangan pemenuhan akses terhadap keadilan yang merata dan upaya memenuhi kompetensi paralegal untuk memberikan layanan di Posbankum.
“Peserta akan mengikuti pelatihan selama tiga hari ke depan dengan total delapan belas jam pelajaran dan dilanjutkan dengan tiga bulan aktualisasi. Mereka akan mendapatkan pembekalan pengetahuan dasar, pengetahuan teknis, serta aktualisasi selama tiga bulan di masing-masing Posbankum,” imbuhnya Kristomo.
Terpisah, Dr (Hc). Joko Susanto, mengaku senang diberikan kesepakatan lolos pendaftaran dalam angkatan pertama . Apalagi di tempat tinggalnya juga beberapa kali terjadi peprmasalahan sengketa antar warga, namun berhasil damai.
Karena adanya kesepakatan warga setiap masalah lebih dahulu diselesaikan melalui Bale Mediasi Peguyuban, ditengahi mediator.
Menurutnya acara diklat tersebut juga sangat layak dilaksanakan rutin dalam setiap tahunnya, sehingga dapat memaksimalkan Posbakum disetiap kelurahan dan desa.
Ia berharap bukan hanya sertifikat yang diberikan BPHN, namun juga Surat Penetapan sebagai Paralegal dan Kartu Anggota Paralegal (KPA) sehingga bisa digunakan untuk proses pendampingan hukum di ranah non litigasi.
“Harapannya juga bisa menggandeng advokat disetiap kelurahan dan desa ada minimal 1 orang. Kemudian diberikan akses seluasnya seluruh OBH (organisasi bantuan hukum) bukan cuma terbatas yang terakreditasi, namun yang belum terakreditas, sepanjang ada legalitas resminya seharusnya juga dilibatkan aktif. Toh banyak OBH yang secara kiprah nyata dilapangan, tapi faktanya tidak ada bantuan pemerintah, hanya terkendala akrediras,”usul pria yang akrab disapa Bung Joko, yang juga mahasiswa Program Studi Doktor Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (PSDH FH UNNES) ini.