Pemprov Jateng Optimalkan Care Stunting Guna Cegah Tengkes
SEMARANG (Pojokjateng.com) – Pencegahan tengkes atau stunting jauh lebih efektif daripada pengobatan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi terus mempromosikan Care Stunting, agar masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam meningkatkan generasi untuk kesejahteraan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) dan konsultan penanganan stunting, Anung Sugihantono. Dia menjelaskan bahwa “care” di sini berarti memiliki rasa tanggung jawab, bukan hanya sekadar menyembuhkan atau memberikan layanan. Ditambahkan, Care Stunting bisa dirinci menjadi beberapa langkah penanganan. Yakni, CAri, temukan dan layani kelompok sasaran, REdefinisi pendekatan dengan penyelesaian faktor risiko ke arah hulu. Sasaran tak hanya diberi makanan tambahan, tapi juga diedukasi. Kemudian, TUNgguin dan pastikan makanan tambahan habis dikonsumsi sasaran, dan TINGkatkan partisipasi masyarakat untuk ke posyandu.
“Sementara, stunting bukan hanya tentang gizi dan pangan, namun juga menyangkut perilaku, edukasi, literasi, bahkan prestise masyarakat yang maju dan mandiri,” beber Anung, saat Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/ Kota eks-Karesidenan Surakarta dan Pati, di Hotel Harris Surakarta, Senin (4/3/2024).
Anung menekankan bahwa stunting tidak hanya berkaitan dengan gizi dan pangan, tetapi juga melibatkan perilaku, pendidikan, literasi, dan bahkan prestise masyarakat yang maju dan mandiri.
Menurut Anung, penurunan stunting saja tidak cukup karena angka penurunan bisa tidak akurat jika tidak dilaporkan dengan benar. Lebih penting lagi adalah upaya pencegahan stunting dan mengurangi dampaknya jika sudah terjadi, karena stunting dapat memengaruhi kecerdasan dan kemampuan intelektual lainnya.
“Karena stunting berpengaruh pada kecerdasan dan kemampuan intelektual lainnya,” ungkap Anung.
Anung menjelaskan bahwa Care Stunting melibatkan beberapa langkah, yaitu mencari, menemukan, dan memberikan layanan kepada kelompok sasaran, meredefinisi pendekatan dengan menyelesaikan faktor risiko dari hulu, memberikan edukasi selain hanya memberi makanan tambahan, memastikan makanan tambahan habis dikonsumsi oleh sasaran, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu.
“Pastikan ada keberimbangan. Makanan lokal kita masih layak dan cukup baik. Misalnya, daun kelor yang pernah dicap menjadi makanan orang paling miskin di NTT, sekarang jadi produk yang sangat berarti karena bergizi tinggi,” tuturnya.
Edukasi gizi kepada masyarakat juga sangat penting, dengan mengajarkan cara memilih, mengolah, dan menyajikan makanan agar konsumsi makanan menjadi beragam, bergizi, seimbang, dan aman.
“Jadi, konteks makanan dalam perspektif edukasi harus muncul dalam perspektif operasional. Intervensi makanan bisa dilakukan, namun bersifat individual,” terangnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jateng, Ema Rachmawati, juga menambahkan bahwa edukasi terus dilakukan kepada masyarakat untuk menghindari pemahaman yang salah. Contohnya, pemberian tablet Fe untuk mencegah anemia harus diimbangi dengan konsumsi protein hewani agar zat besi dalam suplemen dapat diserap dengan baik oleh tubuh.
“Saya sendiri juga baru dikasih ilmu dari Pak Anung. Coba yang sudah minim tablet Fe, diperiksa fecesnya. Kalau berwarna kehitaman, coba periksa, jangan-jangan Fe-nya tidak terserap dengan baik,” terang Ema.
Ema juga menyoroti pentingnya memberikan makanan yang sesuai dengan usia anak, serta pentingnya memberikan pendidikan kepada ibu tentang cara memberikan MPASI dengan benar, termasuk dalam hal kandungan gizi, jumlah, dan memastikan makanan tersebut benar-benar dikonsumsi oleh anak.