Mahkamah Konstitusi Tolak Pengujian Materi UU Pemilihan Umum oleh PSI
JAKARTA (Pojokjateng.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan untuk tolak pengujian materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mencakup persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam keputusan tersebut, MK memutuskan untuk mempertahankan persyaratan usia minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden.
Ketua MK, Anwar Usman, secara tegas menyatakan penolakan tersebut dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, pada hari Senin, 15 Oktober 2023. Keputusan ini diperkuat oleh kesembilan hakim konstitusi yang ada. Namun, perlu dicatat bahwa dua hakim MK, yaitu Guntur Hamzah dan Suhartoyo, menyatakan pandangan berbeda dalam apa yang dikenal sebagai dissenting opinion.
“MK menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon,” ungkap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, pada hari Senin, 15 Oktober 2023.
Baca Juga: Presiden Jokowi Perintahkan Tindakan Tegas dalam Memberantas Judi Online di Indonesia
Dalam pembelaan dan pertimbangan keputusannya, Hakim MK Arief Hidayat menjelaskan perjalanan pembentukan UUD 1945 yang mencakup persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden. Dalam analisisnya, Arief Hidayat menyatakan bahwa hal ini seharusnya menjadi domain kebijakan pembuat undang-undang. MK juga tolak argumen yang diajukan oleh PSI yang mengacu pada kasus Perdana Menteri Sjahrir yang usianya kurang dari 40 tahun. Menurut MK, hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai kebiasaan atau konvensi yang ditaati.
“Sebab bukan kebiasaan atau konvensi,” kata Arief Hidayat.
Baca Juga: Hari Ini Projo Siap Deklarasi Dukung Capres Berinisial P, Jokowi dan Gibran Diundang
Selain itu, MK juga menolak alasan PSI tentang ketiadaan persyaratan usia minimal untuk menteri yang menjadi Triumvirat. Arief Hidayat menjelaskan bahwa ketiadaan regulasi tentang usia ini disebabkan oleh kewenangan presiden dalam menentukan menteri, yang merupakan hak prerogatif presiden. Dengan kata lain, hal ini berada dalam ranah keputusan presiden dan tidak terkait dengan persyaratan usia minimal yang harus diatur secara khusus.
“Tidak ada korelasi dengan ketiadaan pengaturan menteri, karena hal ikhwal menteri menjadi hak prerogatif presiden,” ucap Arief Hidayat.
Selain Partai Solidaritas Indonesia (PSI), ada lima perkara gugatan lain yang saat ini sedang berjalan. Salah satunya adalah perkara dengan Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Garuda. Dalam perkara ini, Partai Garuda diwakili oleh Ketua Umum Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika yang bertindak sebagai pemohon. Pada sisi hukum, Desmihardi dan M Malik Ibrohim bertindak sebagai kuasa hukum dari pihak pemohon.
Pengajuan permohonan ini diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 2 Mei 2023. Dalam permohonan tersebut, para pemohon mengusulkan agar MK mempertimbangkan untuk mengubah persyaratan usia minimal calon presiden dan wakil presiden menjadi 40 tahun atau mengharuskan mereka memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Ini merupakan salah satu dari lima perkara gugatan yang saat ini menjadi perhatian MK dalam konteks persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden dalam UU Pemilihan Umum.
Selain itu juga, Permohonan yang diajukan Soefianto Soetono dan Imam Hermanda dengan Nomor Perkara 105/PUU-XXI/2023 ditarik dengan alasan mereka ingin MK mengubah syarat usia minimal capres-cawapres dari semula 40 tahun menjadi 30 tahun.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman
“Menyatakan permohonan dalam Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 mengenai Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali. Menyatakan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” ujar Anwar.