Budiono Sutikno
Budiono Sutikno

Kisah Perjuangan Budiono Sutikno: Dari Striker Handal Hingga Perjuangan Hidup yang Sulit

SEMARANG (Pojokjateng.com) – Budiono Sutikno adalah seorang atlet sepak bola yang selama masa kariernya aktif, ia berperan sebagai seorang Striker. Dalam perjalanan karirnya, Budiono menekuni sepak bola dengan sepenuh semangat dan dedikasi yang luar biasa. Ia terkenal sebagai mantan pemain PSIS Semarang pada periode tahun 1994-1995, di mana ia telah memberikan kontribusi berharga bagi tim tersebut.

Namun, setelah mengakhiri karirnya dalam dunia sepak bola, Budiono menghadapi sejumlah tantangan kesehatan yang cukup serius. Salah satu masalah utamanya adalah katarak, yang menyebabkan gangguan penglihatan yang cukup signifikan sehingga membuatnya tidak lagi mampu untuk bermain sepak bola. Selain itu, Budiono juga mengidap penyakit diabetes, yang merupakan beban kesehatan tambahan yang perlu dihadapinya. Meskipun telah berjaya sebagai seorang atlet sepak bola, Budiono Sutikno harus menghadapi realitas sulit dalam mengelola kesehatan dan kehidupannya setelah pensiun dari olahraga yang dicintainya.

Karir

Sepakbola

PSIS Semarang

Karir sepak bola Budiono dimulai saat ia bergabung dengan PSIS Semarang pada Divisi Utama Liga Indonesia I (Ligina I). Pada saat itu, tim PSIS Semarang diperkuat oleh sejumlah pemain berbakat seperti Ricky Yacob, Jessie Mustamu, dan kiper Sukabar, serta di bawah bimbingan pelatih Sartono Anwar. Meskipun PSIS Semarang tidak mampu mencatatkan prestasi yang mencolok pada musim tersebut dan hanya menduduki peringkat 13 di wilayah timur, Budiono berhasil tampil sebagai pencetak gol terbanyak dalam klub tersebut dengan torehan 11 gol yang mengesankan.

PKT Bontang

Setelah itu, Budiono memutuskan untuk bergabung dengan tim PKT Bontang dalam Liga II selama musim kompetisi tahun 1995-1996. Saat itu, PKT Bontang menjadi tim yang memiliki sejumlah pemain bintang dalam barisannya, termasuk nama-nama seperti Fachry Husaini, Amir Yusuf Pohan, Fouda Ntasama, dan penjaga gawang Sumardi. Namun, pada musim 1995-1996, Budiono bersama rekan-rekannya harus menerima kenyataan bahwa mereka hanya berhasil mencapai posisi ketiga dalam Grup A pada tahap 12 Besar Divisi Utama Liga Indonesia 1995–1996.

 

Baca Juga: Kepedulian PSIS Semarang kepada Budiono Sutikno – Pojok Jateng

Persiba Balikpapan

Pada tahun 1997, Budiono memutuskan untuk membela tim Persiba Balikpapan dalam kompetisi Liga Indonesia. Selama karirnya bersama Persiba Balikpapan, Budiono mencetak total 4 gol yang menjadi pencapaian yang patut diacungi jempol dalam perjalanannya sebagai pemain sepak bola. Dari empat gol tersebut, dua di antaranya tercipta dalam pertandingan melawan Persipura Jayapura yang berakhir dengan hasil imbang 4-4, satu gol lainnya ia sumbangkan saat melawan Petrokimia Putra, di mana Persiba Balikpapan berhasil meraih kemenangan dengan skor 2-0. Selain itu, dua gol lagi berhasil ia lesakkan ke gawang Gelora Dewata dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 2-0 untuk keunggulan Persiba Balikpapan.

Musim Divisi Utama Liga Indonesia 1997–98, dihentikan pada tanggal 25 Mei 1998 karena kondisi politik dan ekonomi nasional saat itu menjadi tidak kondusif akibat dampak dari resesi ekonomi global yang sedang berlangsung. Ketika berhenti, hanya 234 pertandingan yang sudah dimainkan dari total 317 yang seharusnya dijadwalkan dan digelar dalam kompetisi tersebut. Persiba balikpapan menempati urutan ke-10 atau terakhir untuk Divisi Utama Liga Indonesia Wilayah Timur.

Paranormal

Namun, setelah mengakhiri karir bermain sepak bola, Budiono tidak melanjutkan dalam dunia persepakbolaan. Sebaliknya, ia memutuskan untuk mengubah arah karirnya dan menjadi seorang Paranormal, akibat daripada hal tersebut nama Budiono tenggelam dalam dunia sepakbola. Budiono mengklaim dirinya sebagai seorang paranormal yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan korban dari penyakit yang dianggapnya berasal dari tindakan sihir yang dilakukan oleh seseorang. 

Namun, pada bulan April 2015, namanya kembali menjadi sorotan, kali ini terlibat dalam sebuah kontroversi hukum terkait sebuah kasus penipuan. Budiono dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun dalam sidang yang menyangkut penipuan terhadap seorang wanita bernama Hayati Mulyani. Keputusan hukuman tersebut diumumkan oleh Ketua Majelis Hakim, Eka Saharta Winata Laksana, dalam sebuah sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada hari Selasa, tanggal 14 April 2015. Kejadian ini menjadi babak baru dalam perjalanan hidup Budiono, yang menghadapi konsekuensi hukum atas perbuatannya.

Pasca Karir

Budiono menghadapi perjalanan hidup yang semakin berat di masa tuanya, kehidupannya berubah drastis. Ia menghadapi sejumlah tantangan kesehatan yang menghadirkannya pada penderitaan. Budiono mengalami cedera serius seperti hidung pecah dan juga mengidap penyakit diabetes. Budiono sejak tahun 1997 sudah mengalami sakit, meskipun belum dalam kondisi yang sangat parah masih mampu untuk bermain tarkam (antar kampung). Namun, setelah pensiun dari sepak bola, Budiono mengaku bahwa dia sudah tidak bisa bermain bola dikarenakan kedua matanya katarak.

Tantangan hidup Budiono semakin menjadi beban yang lebih berat karena pada saat yang sama sang istri juga mengalami penyakit stroke, yang berdampak signifikan pada situasi keuangan dan kesejahteraan keluarganya. Akibat dari kondisi ini, anak-anak mereka terpaksa mengambil pekerjaan sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Semua hal ini menjadi ujian berat dalam perjalanan hidup mantan atlet profesional yang sebelumnya meraih kesuksesan di dunia sepak bola. Budiono Sutikno dan keluarganya harus bersatu, berjuang bersama, dan menghadapi tantangan ini dengan semangat serta sisa-sisa kekuatan yang mereka miliki.

Di samping itu, menggantungkan bantuan sokongan yang diberikan oleh relawan dan teman-teman sesama atlet seperti Rahmad Darmawan dan Aji Santoso ketika ia masih aktif bermain sebagai seorang profesional.

 

Baca Juga: Wali Kota Semarang Gerak Cepat Bantu Keluarga Mantan PSIS Budiono Sutikno

Budiono menceritakan bahwa sejak tahun 2018, ia telah menetap di sebuah rumah susun di Kota Semarang, Jawa Tengah. Di sana, ia hanya tinggal bersama kedua anaknya yang saat itu berusia 16 dan 14 tahun masing-masing. Sementara itu, sang istri telah berpisah darinya selama satu tahun terakhir karena sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Ketileng, Semarang, akibat stroke yang dideritanya.

Sebelumnya, Budiono tinggal di kos-kosan, namun, karena kesulitan dalam membayar biaya sewa, ia terpaksa harus meninggalkan tempat tersebut. Meskipun sering mendapatkan bantuan, Budiono menjelaskan bahwa keluarganya tetap berusaha untuk mencari penghasilan. Anak-anaknya secara rutin mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual guna memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka. Semua ini menjadi bagian dari perjuangan yang mereka hadapi dalam mengatasi kesulitan hidup yang mereka alami.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *